Monday 4 April 2011

ENERGI, EVOLUSI & SUKSESI

ENERGI
Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang didapat dari pengubahan materi, atau energi dari suatu benda adalah ukuran dari kesanggupan benda tersebut untuk melakukan suatu usaha. Ditinjau dari perspektif fisika, setiap sistem fisik mengandung (secara alternatif, menyimpan) sejumlah energi; berapa tepatnya ditentukan dengan mengambil jumlah dari sejumlah persamaan khusus, masing-masing didesain untuk mengukur energi yang disimpan secara khusus. Secara umum, adanya energi diketahui oleh pengamat setiap ada pergantian sifat objek atau sistem. Tidak ada cara seragam untuk memperlihatkan energy. Satuan energi adalah joule. Dalam ilmu fisika energi terbagi dalam berbagai macam/jenis, antara lain :
- energi potensial
- energi kinetik/kinetis
- energi panas
- energi air
- energi batu bara
- energi minyak bumi
- energi listrik
- energi matahari
- energi angin
- energi kimia
- energi nuklir
- energi gas bumi
- energi ombak dan gelombang
- energi minyak bumi
- energi mekanik/mekanis
- energi cahaya
- energi listrik
- dan lain sebagainya

Bentuk energi yang berperan penting pada makhluk hidup adalah energi mekanik, kimia, radiasi, dan panas. Bagian dari energi yang tidak dapat dipakai untuk melakukan kerja disebut entropi. Energi tidak dapat diciptakan dan juga tidak dapat dimusnahkan jadi perubahan bentuk suatu energi dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain tidak merubah jumlah atau besar energi secara keseluruhan.
Rumus atau persamaan mekanik (berhubungan dengan hukum kekekalan energi) :
Em = Ep + Ek
keterangan
Em = energi mekanik
Ep = energi kinetik
Ek = energi kinetic
Perilaku energi di alam mengikuti Hukum Thermodinamika :
Hukum Thermodinamika I :
Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan tetapi dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya, (jumlah energi adalah konstan)
Hukum Thermodinamika II :
Setiap terjadi perubahan bentuk energi pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat menjadi bentuk energi yang terpencar atau karena berbagai energi selalu memencar menjadi panas, tidak ada transformasi secara spontan dari suatu bentuk energi menjadi energi potensial berlangsung dengan efisiensi 100%.


EVOLUSI
Evolusi ialah proses perubahan yang berlangsung sedikit demi sedikit dan memakan waktu yang lama.
Dikenal 2 macam evolusi:
1. Evolusi progresif :
evolusi meonju pada kemungkinan dapat bertahan hidup (survive).
2. Evolusi regresif (retrogreslf) :
evolusi menuju pada kemungkinan menjadi punah.

Teori evolusi merupakan perpaduan antara ide (gagasan) dan fakta (kenyataan). Yang dianggap sebagai pencetus ide evolusi ialah Charles Darwin (1809-1892) yang menerbitkan buku mengenai asal mula spesies pada tahun 1859, dengan judul “On the ofiginof species by means of natural selection” atau “The preservation of favored races in the struggle for life”.
Alfred Wallace (1823-1913) secara terpisah mengembangkan pemikirannya dan menghasilkan konsepsi yang sama dengan pendapat Charles Darwin.
Joseph Hooker, teman Charles Darwin menggabungkan tulisan Alfred Wallace den Charles Darwin. Judul kedua tulisan tersebut menjadi “On the tendency of species to from vafieties and on the perpetuation of vafieties and species by natural means of selection”.
Yang dianggap mengilhami Charles Darwin dengan gagasan evolusinya adalah :
1. Jean Baptiste Lamarck (ahli biologi Perancis, 1744-1829).
Yang idenya mengenai evolusi dituangkan dalam bukunya “Philosophic Zoologique”.
2. Sir Charles Lyell (ahli geologi Inggris, 1797-1875).
Yang menerbitkan buku mengenai prinsip-prinsip geologi “Principles of Geology” (1830) menyatakan bahwa batuan, pulau-pulau dan benua selalu mengalami perubahan.
3. Thomas Robert Mathus (ahli ekonomi den kependudukan Inggris).

Petunjuk – Petunjuk Adanya Evolusi
1. Anatomi Perbandingan
Dari studi anatomi perbandingan dapat diketabui bahwa alat-alat fungsional pada pelbagai binatang dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Homologi
alat tubuh yang mempunyai bentuk yang berbeda dan fungsinya berbeda namun kalau diteliti mempunyai bentuk dasar sama.
b. Analogi
alat-alat tubuh yang mempunyai bentuk dasar yang berbeda namun karena perkembangan evolusi yang konvergen alat-alat tersebut mempunyai fungsi yang sama.
2. Embriolog Perbandingan
Embrio hewan bersel banyak mengalarni kesamaan perkembangan embrio, berawal dari zygot Þ blastula Þ gastrula, kemudian mengalami diferensiasi sehingga terbentuk bermacam-macam alat tubuh.
Ernest Haeckel, mengatakan tentang adanya peristiwa ulangan ontogeni yang serupa dengan peristiwa filogeninya, dia sebut teori rekapitulasi.
Cotoh: adanya rekapitulasi adalah perkembangan terjadinya jantung pada mamalia yang dimulai dengan perkembangan yang menyerupai ikan, selanjutnya menyerupai embrio amfibi, selanjutnya menyerupai perkembangan embrio reptil.
3. Perbandingan Fisiologi
Telah diketahui ada kemiripan dalam faal antara pelbagai makhluk mulai dari mikroorganisme sampai manusia, misalnya :
• kemiripan dalam kegiatan pernafasan.
• pembentukan ATP dan penggunaannya dalam pelbagai proses kehidupan adalah serupa pada hampir semua organisme.
4. Petunjuk-petunjuk Secara Biokimia
Digunakan uji presipitin yang pada dasarnya adanya reaksi antara antigen-antibodi.
Banyaknya endapan yang terjadi sebagai akibat reaksi tersebut digunakan untuk menentukan jauh-dekatnya hubungan antara organisme yang satu dengan yang lainnya.
5. Petunjuk-petunjuk Peristiwa Domestikasi
Menguhah tanaman dan hewan liar menjadi tanaman dan hewan yang dapat dikuasai dan bermanfaat sesuai dengan keinginan manusia adalah akibat dari peristiwa domestikasi.
Contoh: penyilangan burung-burung merpati, sehingga dijumpai adanya 150 variasi burung, yang di antaranya begitu berbeda hingga dapat dianggap sebagai spesies berbeda.
6. Petunjuk-petunjuk dari alat tubuh yang tersisa
Alat-alat yang tersisa dianggap sebagai bukti adanya proses evolusi, alat-alat ini sudah tidak berguna namun ternyata masih dijumpai.
Contoh : Pada manusia :
• selaput mata pada sudut mata sebelah dalam
• tulang ekor
• gigi taring yang runcing
7. Petunjuk-petunjuk Paleontologi
Telah diketabui bahwa fosil dapat digunakan sebagai petunjuk adanya evolusi.
Contoh : Urutan fosil kuda:
dari Eohippus (kuda zaman Eosin) Þ Mesohippus Þ
Merychippus Þ Pliohippus Þ Equas (kuda zaman sekarang).


SUKSESI PRIMER DAN SEKUNDER
Komunitas yang terdiri dari berbagai populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa. Perkembangan ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan dikenal sebagai suksesi ekologis atau suksesi.
Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang (homeostatis).
Di alam ini terdapat dua macam suksesi, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder.

1. Suksesi primer
Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehingga di tempat komunitas asal terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah longsor, letusan gunung berapi, endapan Lumpur yang baru di muara sungai, dan endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya penambangan timah, batubara, dan minyak bumi. Contoh yang terdapat di Indonesia adalah terbentuknya suksesi di Gunung Krakatau yang pernah meletus pada tahun 1883. Di daerah bekas letusan gunung Krakatau mula-mula muncul pioner berupa lumut kerak (liken) serta tumbuhan lumut yang tahan terhadap penyinaran matahari dan kekeringan. Tumbuhan perintis itu mulai mengadakan pelapukan pada daerah permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana. Bila tumbuhan perintis mati maka akan mengundang datangnya pengurai. Zat yang terbentuk karma aktivitas penguraian bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah yang lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang datang dari luar daerah dapat tumbuh dengan subur. Kemudian rumput yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan dengan itu tumbuhan herba pun tumbuh menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi demikian tidak menjadikan pioner subur tapi sebaliknya.
Sementara itu, rumput dan belukar dengan akarnya yang kuat terns mengadakan pelapukan lahan.Bagian tumbuhan yang mati diuraikan oleh jamur sehingga keadaan tanah menjadi lebih tebal. Kemudian semak tumbuh. Tumbuhan semak menaungi rumput dan belukar maka terjadilah kompetisi. Lama kelamaan semak menjadi dominan kemudian pohon mendesak tumbuhan belukar sehingga terbentuklah hutan. Saat itulah ekosistem disebut mencapai kesetimbangan atau dikatakan ekosistem mencapai klimaks, yakni perubahan yang terjadi sangat kecil sehingga tidak banyak mengubah ekosistem itu.
2. Suksesi Sekunder
Suksesi sekunder terjadi bila suatu komunitas mengalami gangguan, balk secara alami maupun buatan. Gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada. Contohnya, gangguan alami misalnya banjir, gelombang taut, kebakaran, angin kencang, dan gangguan buatan seperti penebangan hutan dan pembakaran padang rumput dengan sengaja.
Contoh komunitas yang menimbulkan suksesi di Indonesia antara lain tegalan-tegalan, padang alang-alang, belukar bekas ladang, dan kebun karet yang ditinggalkan tak terurus. 

Untuk lebih memahami mengenai evolusi, suksesi dan faktor pembatas dapat dilihat di blog http://seaforyourlife.blogspot.com/2011_04_01_archive.html

SUMBER :
id.wikipedia.org/wiki/Energi
id.wikipedia.org/wiki/Evolusi
organisasi.org/pengertian_energi_potensial_kinetik_dan_hukum_kekekalan_energi_fisika 
http://ridwanaz.com/umum/biologi/pengertian-suksesi/   


Monday 21 March 2011

PENGARUH PERUBAHAN SUHU AIR LAUT DAN PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PEMUTIHAN KARANG (CORAL BLEACHING)

Pendahuluan
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem  laut yang memiliki nilai penting sebagai sumber makanan, habitat bagi berbagai biota laut yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, sebagai penyedia jasa alam dalam kegiatan wiasata bahari, dan sebagai penghalang bagi daerah pantai dari terjangan gelombang. Namun kenyataannya, berbagai kerusakan yang terjadi pada ekosistem ini terkadang dianggap sebagai hal biasa dari sebuah proses alam yang terus berlangsung. Salah satu bentuk kerusakan tersebut adalah pemutihan pada terumbu karang yang sering disebut sebagai Coral Bleaching.

Terumbu karang dapat ditemukan sepanjang garis pantai daerah tropis pada perairan dangkal sepanjang daerah kepulauan dan paparan benua. Substrat karang umumnya terdiri dari kalsium karbonat dan scleratin karang mati. Banyak organisme invertebrata, ikan (vertebrata) dan tumbuhan hidup berdampingan dan berasosiasi dengan karang, melalui keterkaitan sumberdaya dan proses daur hidup, sehingga mengakibatkan terumbu karang memiliki produktifitas dan biodefesitas yang tinggi, sehingga terumbu karang sering disamakan sebagai “hutan hujan tropis di perairan” (Buchheim, 2005).
Karang hidup pada perairan yang memiliki nutrien yang rendah dan memiliki kisaran toleransi tertentu pada suhu perairan, salinitas, radiasi ultra violet, kecerahan perairan, dan jumlah nutrien. Scleractinian coral membentuk kerangka kalsium karbonat yang diperoleh dari perairan. Ketika polip karang mati, scleratinian ini menyatu dalam jaringan karang.Scleratinian coral merupakan bagian dari filum cnidaria, dan mereka memperoleh nutrien dan sumber energi melalui dua cara. Mereka biasanya menangkap organisme fitoplankton dengan menggunakan tentakel nematocyst, juga dengan melalui hubungan simbiosis dengan organisme alga bersel tunggal yang dikenal dengan nama zooxanthellae. Zooxanthellae merupakan mikroalga autotrophic yang merupakan bagian dari filum dinoflagelata (Buchheim, 2005). Zooxantehellae memberikan warna pewarnaan pada terumbu karang, dari warna terang sampai gelap kecoklatan, terhantung pada kepadatan selnya. Bilamana ada pigmen lain dalam jaringan sel coral, maka warna kecoklatan akan tertutup oleh warna pigmen tadi menjadi warna biru, hijau, kuning atau warna ungu. Bila coral kehilangan zooxanthellae, kerangka karang yang berwarna putih dapat dilihat melalui jaringan hewan itu  yang transparan, menyebabkan  coral tampak memutih. Pada jenis coral yang memiliki pigmen lain, bleached coral akan tampak warna flouresence, dan tidak tampak lagi warna coklat keemasan dari zooxanthellae (Oliver, et. al., 2004). Ekosistem terumbu karang telah mengalami pengurangan yang cukup besar dlam beberapa dekade terakhir. Menurut Oliver, et. al.(2004), gangguan terhadap terumbu karang terjadi secara anthropogenik dan peristiwa alami. Pengurangan terumbu karang nampaknya kebanyakan dipengaruhi oleh pengaruh anthropogenik (eksploitasi berlebihan, penangkapan ikan berlebihan, peningkatan sedimentasi dan masukan nutrien berlebihan). Sementara peristiwa alami yang berpengaruh dalam kerusakan terumbu karang antara lain adalah, badai yang besar, penggenangan, perubahan temperatur perairan secara ekstrim, peristiwa ENSO (El Nino Southern Oscillation), peningkatan massa air, pemangsaan dan pengaruh bakteri. Pemutihan terumbu karang (Coral Reef Bleaching) merupakan faktor utama dari proses pengurangan dari terumbu karang sebabagaimana disebutkan di atas. Berawal dari tahun 1980-an, frekuensi dan penyebaran secara meluas terhadap peningkatan pemutihan karang mulai dikemukakan. Penyebaran bleaching, melibatkan daerah karang yang besar dan berkaitan erat dengan kematian karang secara masal yang dikaitkan dengan fenomena global yang termssuk didalamnya pemanasan global (global warming) atau perubahan iklim dan peningkatan radiasi sinar ultra violet akibat penipisan ozon (Buchheim, 2005). Terumbu karang memberikan sumbangan sebagaian besar kepada sebagian komunitas ekologi di bumi dan merupakan hasil interaksi antara simbiosis organisme terlarut dari alga dinoflagelata fotosintetis dan karang cinidaria (Dustan, 1999; Stone, et. al., 1999 in Downs, et. al., 2002). Selama 30 tahun terakhir, terumbu karang mengalami pengurangan secara meluas (Stone et al., 1999 in Downs, et. al., 2002). Salah satu kondisi ekologi yang terjadi dalam proses pengurangan global ini adalah sebuah sindrom yang dikenal sebagai pemutihan karang (coral bleaching), yakni sebuah proses dimana karang kehilangan alga simbiosisnya atau pengurangan pigmen simbion fotosintesis (Brown, 1997 in Downs, et. al., 2002). Pemutihan karang (coral bleacahing) dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk di dalamnya peningkatan dan penurunan suhu, penyinaran matahari yang berlebihan, dan infeksi oleh bakteri (Brown, 1997; Stone, et. al.,1999 in Downs, et. al., 2002)

Pengertian Pemutihan Karang (Coral Bleaching) Pemutihan karang (coral bleaching) (yaitu menjadi pudar atau berwarna putih salju) terjadi akibat bermacam tekanan, baik secara alami maupun karena manusia, yang menyebabkan degradasi atau hilangnya zooxanthellae pewarna dari jaringan karang. Dalam keadaan normal, jumlah zooxanthellae berubah sesuai dengan musim sebagaimana penyesuaian karang terhadap lingkungannya (Fitt, et. al., 2000).Bleaching (pemutihan) diartikan sebagai hilangnya alga simbiosis dan/atau pigmennya, yang berhubungan dengan simbiosis antara karang dan cnidaria dan moluska lainnya yang berlangsung dalam tekanan lingkungan (Fitt et, al., 2001). Coral bleaching (pemutihan karang) terjadi apabila karang kehilangan mono-sel algae (zooxanthellae) yang hidup di dalam jaringannya. Warna coklat keemasan dari zooxanthellae itu memberikan warna terang sampai gelap kecoklatan tergantung pada kepadatan sel tersebut. Bilamana ada pigmen lain di dalam jaringan sel karang, maka warna kecoklatan itu akan tertutp oleh warna pigmen lain, karang yang memutih akan tampak warna fluorescen, dan tidak lagi berwarna coklat keemasan dari zooxanthellae (Oliver, et. al., 2005). Bila karang kehilangan zooxanthellae, maka kerangka karang yang putih akan dapat dilihat melalui jaringan hewan karang yang transparan, sehingga memberikan tampilan karang yang memutih. Pemutihan karang terkadang disalah artikan. Pemutihan yang terjadi tidak langsung terjadi pada karang, tetapi disebabkan oleh hewan-hewan yang bersimbiosis dengan alga dinoflagelata dari genus Symbiodinium, yang dikenal dengan nama zooxanthellae yang memiliki warna coklat keemasan. Simbiosis ini terjadi pada hewan benthik dari filum cnidaria (contohnya anemon laut (sea namemons), zoanthids, scleratinian corals dan octocorals) dalam zona fotik pada kedalaman yang rendah, tetapi juga dihasilkan dari simbiosis dengan beberapa jenis sponge dan kerang dari jenis tridagna (Douglas, 2003).Pemutihan karang (coral bleaching), merupakan gangguan yang terjadi pada hubungan simbiosis antara inang karang dan alga fotositesisnya, yang mengacam terumbu karang di dunia (Hoegh-Guldberg, 1999; Wilkinson et al., 1999 in Fine, et. al., 2002). Pemutihan karang sering dikaitkan dengan perubahan iklim global, terutama dengan peningkatan suhu air laut (Glynn, 1991, 1993; Brown, 1997; Hoegh-Guldberg, 1999 in Fine, et. al., 2002) dan penyinaran matahari yang berlebihan . Pemutihan karang didefenisikan sebagai hilangnya pewarnaan, yang muncul dari kecenderungan hilangnya populasi Symbiodinium atau berkurangnya pigmen alga (Douglas, 2003).

Penyebab Pemutihan Karang Pemutihan karang dapat disebabkan oleh banyak faktor yang dapat menimbulkan stress terhadap karang, termasuk naik atau turunnya suhu air laut dan penyinaran matahari yang melebihi batas, rendahnya kadar garam (salinitas) air laut, rendahnya kadar oksigen, atau tingginya kadar bahan kimia beracun yang dapat mengganggu pernapasan dan fotosintesis. Dalam hal “mass coral bleaching” yang melibatkan banyak jenis karang dan areal yang luas, maka kenaikan suhu air laut merupakan faktor penyebab stress utama (Hoegh-Guldberg and Smith, 1989; Hoegh-guldberg, 1999; Coles and Brow, 2003 in Oliver et. al., 2005).Pemutihan pada karang disebabkan oleh adanya tekanan lingkungan terhadap terumbu karang yang berpengaruh pada hilangnya alga simbiotik dan/atau pigmennya, yang memiliki keterkaitan dengan proses simbiosis karang dengan organisme cnidaria. Tekanan lingkungan yang dimaksudkan adalah peningkatan salinitas, peningkatan suhu, penurunan suhu, kelimpahan organisme pada perairan dangkal, sedimentasi, kecerahan perairan, radiasi matahari, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Fitt, et. al., 2001). Pemutihan (bleaching) dapat disebabkan oleh berbagai macam tekanan lingkungan, tetapi tekanan suhu lebih banyak berpengaruh terhadap peristiwa pemutihan (bleaching) dalam skala luas (Fitt and Warner, 1995; Glynn, 1996; brown, 1997 in Marshall and Baird, 2000). Hubungan antara tingginya anomali suhu permukaan laut dan peristiwa pemutihan karang dapat digunakan untuk melihat keberadaan daerah-daerah terumbu yang mengalami pemutihan karang secara berlebihan sebagai akibat dari peningkatan suhu perairan diatas suhu maksimal yang dapat diterima oleh perairan tersebut (Goreau and Hayes, 1994; Strong et. al., 1997 in Marshall and Baird, 2000).Perbedaan diantara spesies dalam kepekaannya terhadap gangguan yang datang merupakan aspek kritis dari dinamika komunitas, yang dapat mengarah pada perubahan struktur komunitas dan keberagaman spesies (Connell, 1978; Woodley et. al., 1981; Hughes and Connell, 1999 in Marshall and Baird, 2000). Penelitian sebelumnya tentang pemutihan karang secara masal telah melaporkan adanya perbedaan dalam kepekaan terhadap pemutihan antara karang yang memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda, dimana karang dengan tingkat pertumbuhan yang cepat (contohnya acropora dan pocillopora) lebih banyak mengalami gangguan jika dibandingkan dengan jenis yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat (contohnya poritid dan faviid), (Marshall and Baird, 2000).Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap pemutihan karang (hilangnya zooxanthellae dan/atau pigmennya) adalah naiknya suhu laut (Hueerkamp, et. al., 2001). Sejumlah peristiwa pemutihan masal telah dihubungkan dengan peningkatan suhu laut (jokiel and Coles, 1990; Goreau et. al., 1993; Goreau ang Hayes, 1994; Glynn, 1996 in Hueerkamp, et. al., 2001). Peningkatan suhu permukaan laut (SPL / Sea Surface Temperature (SST)) dan pemutihan karang terkadang berhubungan dengan peristiwa jangka pendek seperti fenomena El Niño (Brown and Suharsono, 1990; Glynn, 1990; 1996; Podestá and Glynn, 1997 in Hueerkamp, et. al., 2001), atau mungkin dengan kecenderungan pemansan global yang lama (Williams and Bunkley-Williams, 1990; Glynn, 1990, 1991; Wilkinson, 1996 in Hueerkamp, et. al., 2001).Penyebab dari pemutihan karang dapat dipertimbangkan dari tiga  komponen : faktor dari dalam yang memacu terjadinya pemutihan (bleaching); gejala yang muncul dari pemutihan karang; dan inti dari penyebab pemutihan karang, terutama pada mekanismenya, yakni proses yang menggambarkan keterkaitan antara pemicu terjadinya pemutihan (bleaching) dan hasil dari gejala yang teramati (Douglas, 2003).
 
Penyebab, contoh : peningkatan suhu / penyinaran
Mekanisme, contoh : kerusakan pada fotosintesis II dari Symbiodinium
Gejala-gejala, contoh : hilangnya sel-sel Symbiodinium


Penyebab, contoh : peningkatan suhu / penyinaran
Mekanisme, contoh : kerusakan pada fotosintesis II dari Symbiodinium
Gejala-gejala, contoh : hilangnya sel-sel Symbiodinium


Pengaruh Perubahan Suhu Air Laut dan Perubahan Iklim Terhadap Pemutihan KarangDisaat terumbu karang mengalami pemutihan (bleaching) yang merupakan akibat dari adanya tekanan yang berasal dari berbagai faktor, baik tersendiri maupun beberapa faktor. Akibatnya sulit untuk diidentifikasi penyebab dari peristiwa pemutihan karang (Oliver, et. al., 2005). Berikut adalah beberrapa faktor yang berpengaruh dalam pemutihan karang.
Organisme karang hidup pada daerah yang memiliki batasan suhu yang sangat kecil, sehingga perubahan suhu perairan dapat mengakibatkan pemutihan pada karang. Peristiwa pemutihan karang terjadi bersamaan dengan penurunan suhu secara tiba-tiba sejalan dengan meningkatnya kegiatan upwelling, sejalan dengan munculnya musim dingin. Pemutihan karang lebih sering dijumpai pada saat meningkatnya suhu air laut. Peningkatan anomali air dari 1OC – 2OC selama  5 – 10 minggu selama periode musim panas biasanya dapat mengakibatkan terjadinya pemutihan karang (Oliver, et. al., 2005). Tekanan suhu pada hewan dan tumbuhan mengakibatkan gangguan  pada jaringan enzimnya, yang berakibat pada gangguan metabolisme dan sistem biokimianya (Cossins and Bowlwr, 1987 in Fitt, et. al., 2001). Tingkat gangguan yang dialami tergantung pada nilai temperatur mutlaknya, lama penyinaran dan keberadaan faktor lingkungan lainnya (seperti kecerahan perairan, salinitas dan pergerakan air). Pada akhirnya akan terjadi kematian, dengan berbagai bentuk kerusakan yang sedikit pada periode penyinaran singkat hingga suhu yang mematikan, atau pada proses penyinaran yang lama dengan kematian secara perlahan (Fitt, et. al., 2001).Kerusakan akibat suhu yang tinggi tergantung pada waktu dan perlu dicatat bahwa tidak mungkin untuk mengambil satu suhu mematikan tanpa memperhatikan periode penyinarannya (Cossins and Bowler, 1987 in Fitt, et. al., 2001). Gambar berikut menunjukkan hubungan antara temperatur mutlak dan waktu penyinaran (waktu dimana 50 % organisme mati dan 50 % organisme bertahan hidup), yang secara jelas menggambarkan adanya sejumlah kombinasi antara suhu dan waktu penyinaran yang mengarah pada kematian (Schmidt-Nielsen, 1996 in Fitt, et. al., 2001)
Fig. shown :   Tolerance of organisms to temperature extremes; effect of exposure time (time to 50% mortality) decreases with extreme high or low temperatures. Arrow donotes theoretical differences between either seasonal acclimation (e.g. filled symbols winter, open symbols summer) or two different species (filled symbols species #1, open symbols species #2)


Penyebab peristiwa pemutihan karang dalam skala besar di dunia saat ini terkait dengan peningkatan suhu permukaan air laut, terkadang dihubungkan pula dengan peningkatan radiasi matahari, dan juga dihubungkan dengan perubahan iklim global yang panjang yang disebabkan oleh peristiwa El Niño (Walther et. al., 2002). Polusi yang berlebihan dan mikro-organisme patogen juga dapat berperan serta bersaan dengan faktor abiotik yang terjadi. Contohnya, pengrusakan oleh bakteri Vibrio shiloi, yang merupakan penyebab kerusakan pada karang Oculina patagonica, dimana bakteri ini membutuhkan suhu ≥ 25OC  (Benin, et. al., 2001)Sejumlah peristiwa pemutihan masal telah dihubungkan dengan peningkatan suhu laut (Jokiel and Coles, 1990; Goreau et. al., 1993; Goreau ang Hayes, 1994; Glynn, 1996 in Hueerkamp, et. al., 2001). Peningkatan suhu permukaan laut (SPL / Sea Surface Temperature (SST)) dan pemutihan karang terkadang berhubungan dengan peristiwa jangka pendek seperti fenomena El Niño (Brown and Suharsono, 1990; Glynn, 1990; 1996; Podestá and Glynn, 1997 in Hueerkamp, et. al., 2001), atau mungkin dengan kecenderungan pemanasan global yang lama (Williams and Bunkley-Williams, 1990; Glynn, 1990, 1991; Wilkinson, 1996 in Hueerkamp, et. al., 2001).Pemutihan karang selama musim panas, bersamaan dengan perubahan suhu dan penyinaran maksimal terkadang tidak proporsional terjadi pada karang diperairan dangkal dan mengakibatkan kerusakan pada koloni karang. Radiasi matahari diduga berperan dalam pemutihan karang. Baik radiasi aktif fotosintesis (PAR, 400 – 700 nm) dan radiasi ultraviolet (UVR, 280 – 400 nm) berpengaruh dalam pemutiham karang (Oliver, et. al., 2005)                                                                                                                                                                           Sirkulasi di lautan juga merupakan penyebab utama dibalik perubahan iklim global (Rahmstorf, 2002), dan sangat berpengaruh terhadap iklim di daratan (Seager et. al, 2002 in Goreau, et. al., 2005). Perubahan musiman dari penyinaran matahari dan suhu laut merupakan penggambaran terhadap kondisi lingkungan karang, termasuk yang berada didaerah ekuator, dan merupakan parameter perubahan sistem jaring tubuh pada karang (Fitt, et. al., 2001

Sumber : Rahmstorf, 2002



Akibat yang ditimbulkan dari pengaruh pemutihan karang, kemungkinan besar berhubungan dengan perubahan lingkungan dan eksploitasi yang berlebihan terhadap terumbu karang. Sebagaimana gangguan-gangguan yang disebutkan di atas, hanya perubahan suhu air laut dan penyinaran matahari yang memiliki kemungkinan terbesar dalam perubahan yang terjadi dan dapat berlangsung secara cepat. Pemanasan global, bersamaan dengan peristiwa ENSO, dapat merubah suhu air laut. Penipisan lapisan ozon akan menambah besarnya radiasi sinar ultra violet (UVR) yang mencapai permukaan bumi, yang kemungkinan besar mengakibatkan terjadinya pemutihan karang (Buchheim, 2005).Peningkatan suhu lautan dan radiasi matahari (terutama radiasi sinar ultra violet), baik secara terpisah maupun bersama-sama, dianggap sebagai gangguan terbesar. Singkatnya, dimanapun terjadinya pemutihan terumbu karang, pasti berlangsung selama musim panas atau pada akhir dari suatu periode pemanasan yang lama.Radiasi sinar ultraviolet matahari sangat berpotensi untuk membahayakan terumbu karang dan organiseme simbiotiknya. Radiasi sinar ultraviolet dapat menembus perairan yang jernih, dan bagi organisme yang terdapat pada terumbu karang dapat menolak potensi perusakan oleh radiasi tersebut, namun tidak diketahui secara jelas seberapa besar kemampuan karang untuk menahan perubahan yang terjadi pada radiasi ultraviolet tersebu. Terdapat kemungkinan adanya hubungan antara suhu dan radiasi ultraviolet, dengan kemampuan suhu untuk mengurangi kepadatan zooxanthellae dan juga konsentrasi zooanthid dalam menyerap radiasi ultraviolet, sehingga akan meningkatkan kematian organisme simbiotik sebagai akibat dar radiasi sinar ultraviolet (Buchheim, 2005).Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peristiwa pemutihan karang dapat diduga sebagai akibat dari peningkatan respons karang terhadap perubahan suhu dan radiasi matahari, yang berkaitan dengan perubahan iklim global dalam beberapa dekade terakhir ini (Brown, et. al., 2002). Walaupun jika perubahan signifikan dari pemanasan air laut dan peningkatan tingkat penyinaran matahari tidak terjadi, kematian terumbu karang akibat polusi anthropogenik dan eksploitsi yang berlebihan akan terus berlangsung, sebagai hasil dari pertumbuhan populasi  manusia (Buchheim, 2005).


Sumber :
http://faizalrumagia.blog.com/2008/07/06/pengaruh-perubahan-suhu-air-laut-dan-perubahan-iklim-terhadap-pemutihan-karang-coral-bleaching/
http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang